Selasa, 03 Oktober 2017

Bagai Serigala Berbulu Serigala


Bagai Serigala Berbulu Serigala
Fenomena Papa Novanto

Sufyan Tsauri Wahid
Mannuruki, 4 Oktober 2017

                Selalu saja domba-domba buruannya berlari menghindar ketika ia mendekat, namun serigala tak menyerah dan tak habis akal. Segera ia mengatur strategi untuk mengelabui domba-domba. Ia kemudian menutupi dirinya dengan bulu domba dari hasil buruan sebelumnya sehingga terlihat persis sama dengan domba. Akhirnya dengan mudah ia menipu dan menyelinap ke tengah kerumunan domba dan menerkam begitu ada kesempatan. Begitulah ia berkali-kali berhasil mengelabui kawanan domba bahkan si pengembala meski dengan strategi yang sama. Mungkin dari situlah lahir peribahasa “bagai serigala berbulu domba”.

                Tetapi kini, serigala-serigala ini telah melepas pakaian dombanya. Dengan terang-terangan mereka begitu percaya diri masuk dalam kawanan domba. Bahkan si pengembala pun kini tak bisa berbuat apa-apa melihat domba-dombanya dimangsa. Ada yang pasrah, ada yang berdoa agar ajalnya ditangguhkan, ada pula yang mencoba berkawan dan menarik hati serigala. Ada apa? Sudahkah serigala begitu kuat? Ataukah serigala telah berhasil pula menjalankan strategi barunya? Menyogok si pengembala dengan jaminan keselamatan dan kesejahteraan sehingga leluasa berbuat semaunya. Sekarang serigala lah yang telah menjadi pengusa.

                Ini hanya sebuah dongeng dari negeri antah berantah yang entah kenapa begitu konteks ketika ditarik ke realitas negeri Nusantara. Keseriusan pemerintah dalam memberangus para koruptor di negeri kembali dipertanyakan oleh rakyat pasca bebasnya “papa”. Pejabat yang seharusnya menjadi pelayan karna telah dibayar dengan pajak tak henti-hentinya menggerogoti kekayaan negara untuk memperkaya diri dan sanak saudara. Lebih parahnya lagi ketika setelah ditetapkan tersangka oleh KPK, praperadilan menjadi benteng terakhir pertahanan mereka dan tidak sedikit dari para tersangka itu yang “selamat”. Kini pejabat yang seharusnya mengangkat harkat dan martabat rakyat justru membuatnya semakin melarat.

                Jika kasus pencurian semangka, pencurian sandal, pencurian soundsystem yang pelakunya adalah rakyat jelata kemudian dengan mudahnya diadili dan dipenjarakan. Lalu bagaimana dengan kasus triliunan ini? Masyarakat Indonesia telah dewasa dan cerdas untuk menyimpulkan sendiri. Kini serigala tak lagi berbulu domba, bahkan seriga ini telah ditelanjangi. Namun masih saja ia bebas dan akan memangsa kembali. Jawabannya hanya satu. Kita telah buta atau sengaja menutup mata.

TSAURI

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

 
biz.