Sebagai pengantar dari tulisan ini saya ingin membandingkan dua pemikiran yang dominan di pakai oleh masyarakat khususnya di Indonesia dalam menafsirkan Al-Qur'an. Yang pertama mengatakan bahwa Al-Qur'an haruslah ditafsirkan oleh mereka yang ahli akan kaidah2 penafsiran, sehingga mereka yg tdk ahli sebaiknya bertanya kepada yg ahli (Prof, Ulama, Kyai, dsb) agar penafsiran Al-Qur'an tdk dipakai untuk kepentingan pribadi. Yang kedua mengatakan bahwa Al-Qur'an tidak diturunkan hanya untuk kelompok tertentu, tetapi kepada semua umat manusia sehingga Al-Qur'an tdk terkesan elitis. Jadi siapapun bisa mendekati Al-Qur'an dgn caranya masing2 asalkan itu bermanfaat untuk mendekatkan ia dgn Allah SWT dgn akhlak sebagai outputnya. Kelompok kedua ini lebih memakai kata "mentadabburi" dibanding memakai kata menafsirkan. Namun bukan saatnya disini menjelaskan lebih jauh mengenai mana yg pling benar dr kedua pendapat diatas. Namun dr hasil kajian, saya lebih sepakat dgn pendapat yg kedua.
"Dialah yg menjadikan bintang2 bagimu, supaya kamu pergunakan sebagai penunjuk jalan dlm kegelapan di darat dan di laut. Telah Kami jelaskan tanda2 (kebesaran) Kami bagi orang2 yang mengetahui dan paham" (QS 6:97)
"Dalam silih berganti malam dan siang, (dalam) segala yang Allah ciptakan di langit dan di bumi, ada tanda2 (kebesaran-Nya) bagi orang2 yg bertaqwa (kepada-Nya)" (QS 10:6)
"Tiadakah mereka melihat burung2 terbang patuh di ruang angkasa? Tiada yg menahan kecuali Allah. Sungguh, semua itu merupakan tanda2 (kekuasaan Allah) bagi orang2 yg beriman" (QS 16:79)
"Dan di antara tanda2 (kebesaran-Nya) ialah bahwa Dia memperlihatkan kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan. Dia menurunkan hujan dari langit dan dengan itu memberi hidup kepada bumi sesudah ia mati. Sungguh, dalam yg demikian itu, ada tanda2 bukti bagi orang2 yg menggunakan akalnya" (QS 39:42).
(Buka juga QS 7:58, QS 16:13, QS 39:42)
Dari beberapa ayat di atas, kita dapat memaknai bahwa Al-Qur'an memerintahkan manusia untuk senantiasa melakukan proses penelitian dalam mempelajari tanda2. Tanda2 yang dimaksudkan tak lain adalah alam semesta baik makro maupun mikro, semua itu adalah tanda2 yg menjadi objek pengkajian.
Dalam tradisi intelektual dalam kampus, pengkajian ilmiah terhadap tanda2 biasanya mempelajari tentang suatu fenomena, atau hubungan antar fenomena yang outputnya adalah data (biasanya dalam bentuk grafik dan angka2). Lebih progresif lagi jika menghasilkan pengetahuan baru atau menciptakan teknologi yg selalu terbarukan. Ada yg berguna untuk menyokong peradaban, ada pula yg menjadi senjata pemusnah peradaban.
Tanpa maksud untuk berani menafsirkan Al-Qur'an, namun jika dimaknai, sesungguhnya beberapa ayat diatas dapat menerangkan suatu proses pembelajaran dengan tradisi intelektual yg berbeda dgn cara pandang Barat.
Manusia dalam mempelajari tanda2 yg tak lain adalah simbol2, baik makro maupun mikro tidaklah boleh berhenti pada objek atau data semata. Melainkan juga tentang apa yang diterangkan atau mencoba mengetahui apa yang bersembunyi di balik objek dan data itu. Sederhananya manusia diminta untuk mengetahui isyarat atau makna yg tak tampak dan tdk terpisahkan dri suatu yg nampak.
Sya ingin memberi sebuah analogi, mahasiswa terkadang ingin mengetahui keberadaan dosen di kampus dgn memeriksa keberadaan kendaraannya. Atau ketika kita melihat taman kampus di pagi hari telah bersih berarti telah ada petugas kebersihan yg membersihkan. Artinya, keberadaan mobil memberi isyarat dan makna akan keberadaan dosen. Begitupun dgn bersihnya taman memberi isyarat dan makna akan adanya petugas kebersihan.
Sehingga mempelajari tanda2, bukan hanya ber-output pada pengetahuan baru atau teknologi yg akibatnya sperti yg kita lihat fenomena hari ini, dimana ilmuan menjadikan alam sebagai objek yg layak untuk dieksploitasi, kreatifitas yg berlebihan sehingga berujung pada kebinasaan. Namun tradisi intelektual (pendekatan pembelajaran) Islam lebih kepada menghasilkan output manusia yang mengetahui dan paham (QS: 6:97), manusia yg menggunakan akal pikiran (QS 30:24) (QS 39:42), manusia yg bersyukur (QS 7:58), manusia yg beriman (QS 16:79), dan manusia yg bertaqwa (QS 10:6). Sehingga output yg demikian menjadikan manusia memandang dirinya bagian dari alam, dan senantiasa harus dijaga dan diselaraskan.
Jika direnungkan, Allah telah menitipkan tanda2 untuk kita agar bisa mengetahui jejak-jejak dan isyarat-isyaratNya yg mengagumkan. Sesungguhnya Allah menyediakan alam agar kita lebih mudah modus kepadaNya. Meskipun pendekatan pembelajaran ini nyaris tidak ilmiah menurut takaran kampus, namun itulah yg menjadi ciri khasnya dalam menemukan makna dan hikmah yg bersifat kualitatif.
Beruntunglah para Fisikawan yg senantiasa berusaha menyingkap rahasia alam semesta sehingga Allah bersemayam dalam hatinya. Karna bukankah Nabi telah menjelaskan mengapa Allah menciptakan alam semesta "Aku adalah khazanah tersembunyi dan Aku ingin diketahui. Karena itu, Aku lalu menciptakan makhluk agar Aku bisa diketahui" Hadis sahih menurut Ibn Al-Arabi.
Akhir kata Yakin Usaha Sampai.
Bahagia HMI.